Search

Ini Jawaban Dubes RI soal Rencana PBB Mengecek Situasi HAM di Papua

Pernyataan terbaru dari KTHAM PBB terkait rencana lawatan ke Papua juga mengemuka beberapa hari setelah muncul laporan yang menyebut bahwa figur separatis 'menyerahkan petisi yang ditandatangani 1,8 juta orang untuk meminta referendum kepada Dewan HAM'.

Kantor berita Reuters, mengutip Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, melaporkan bahwa petisi itu diserahkan kepada Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet pada Jumat 25 Februari 2019.

Benny juga mengklaim bahwa dirinya berharap PBB dapat mengirim misi tim pencari fakta ke Papua untuk memperkuat dugaan pelanggaran hak asasi manusia di sana.

"Hari ini adalah hari bersejarah bagi saya dan rakyat saya," kata Wenda kepada Reuters, setelah mengaku bertemu dengan Dewan HAM PBB di Jenewa, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (28/1/2019).

Ketua ULMWP itu juga mengklaim bahwa ia telah berbicara dengan Bachelet "terkait situasi di Nduga" --mereferensi kasus penembakan kelompok bersenjata terhadap puluhan pekerja PT Istaka Karya-- dan melontarkan tuduhan bahwa TNI punya andil dalam insiden itu.

Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) Cendrawasih, Kolonel (INF) Muhammad Aidi menolak tuduhan Benny.

"(Dia) tidak punya bukti atas tuduhannya. Organisasi Papua Merdeka (OPM)-lah yang membunuhnya (pekerja PT Istaka Karya)," kata Kolonel Aidi pada 27 Januari 2019 seperti dikutip dari Channel News Asia.

Indonesia Mengecam

Menyikapi kabar 'petisi Benny' tersebut, Perwakilan Tetap RI (PTRI) untuk PBB di Jenewa, pada 30 Januari 2019, menjelaskan bahwa Benny Wenda dapat bertemu dengan Dewan HAM karena 'disusupkan' oleh delegasi Vanuatu--salah satu negara di Pasifik yang kerap menyuarakan isu Papua di PBB.

PTRI menilai bahwa langkah Vanuatu yang menyusupkan Benny ke Dewan HAM merupakan pelanggaran terhadap Piagam PBB.

"Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui KTHAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu," kata PTRI untuk PBB di Jenewa dalam pernyataan tertulis pada 29 Januari, yang dimuat Liputan6.com pada Rabu (30/1/2019).

"Menurut keterangan Komisioner Tinggi HAM PBB (KTHAM), tanpa sepengetahuan kantor KTHAM, Benny Wenda dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KTHAM pada hari Jumat, 25 Januari 2019."

Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan UPR (Universal Periodic Review) Vanuatu di Dewan HAM.

Tapi, "nama Benny Wenda tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR. Kantor KTHAM bahkan menyatakan pihaknya sangat terkejut mengingat pertemuan semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu," lanjut pernyataan dari PTRI untuk PBB di Jenewa.

"Tindakan Vanuatu tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB," ujar PTRI.

"Indonesia tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI."

Mengenai 'nasib' petisi itu sendiri, Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib menjelaskan bahwa hal tersebut tidak serta merta akan ditindaklanjuti oleh PBB.

"Tidak secara otomatis Kantor KTHAM PBB akan menindaklanjuti, apalagi, jika petisi-nya sama sekali tidak terkait dengan isu hak asasi manusia, mengingat petisi-nya terkait isu referendum yg sama sekali di luar mandat Kantor KTHAM," ujar Hasan.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita kurang lengkap buka link di samping http://bit.ly/2Rp2aIn

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Ini Jawaban Dubes RI soal Rencana PBB Mengecek Situasi HAM di Papua"

Post a Comment

Powered by Blogger.