Liputan6.com, Kinshasa - Badan Kesehatan Dunia atau WHO mengatakan wabah Ebola yang sedang melanda Republik Demokratik Kongo (RD Kongo atau Kongo) masih diklasifikasikan sebagai keadaan darurat global, meskipun jumlah kasus yang dikukuhkan dalam beberapa minggu terakhir ini telah menurun.
WHO pertama kali menyatakan wabah Ebola di Kongo sebagai darurat internasional Juli lalu. Wabah di Kongo ini merupakan wabah Ebola kedua dalam sejarah yang menelan paling banyak korban jiwa.
Organisasi kesehatan dunia itu, pada Jumat 18 Oktober 2019, melangsungkan pertemuan dengan sejumlah pakar untuk mengkaji apakah klasifikasi "darurat global" itu masih valid dan memutuskan perlu tidaknya diambil langkah-langkah lain, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (20/10/2019).
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan situasinya masih "rumit dan berbahaya" dan bahwa para petugas kesehatan harus tetap menjadikan setiap kasus Ebola seperti kasus yang pertama.
"Setiap kasus berpotensi menimbulkan wabah baru dan besar," ujarnya pada wartawan.
Hingga laporan ini disampaikan ada 3.113 kasus yang sudah dikukuhkan, dan lebih dari 2.150 orang meninggal sejak wabah itu pertama kali dilaporkan Agustus lalu.
Meskipun hanya 15 kasus baru Ebola yang dikukuhkan minggu lalu, WHO mencatat sebagian besar bukan mereka yang melakukan kontak dengan pasien Ebola. Ini menunjukkan bahwa para petugas kesehatan masih menemui kesulitan untuk melacak di mana virus itu menyebar.
WHO juga mengatakan hampir sepertiga orang meninggal di luar pusat perawatan Ebola, sehingga berpotensi menulari keluarga atau orang lain.
Pemodelan Komputer Canggih Bisa Prediksi Serangan Virus Ebola
Virus ganas Ebola masih menghantui sebagian penduduk dunia. Namun, dengan sebuah pemodelan komputer canggih, serangan virus Ebola bisa terlacak lebih mudah.
Untuk menemukan di mana serangan virus Ebola berikutnya, pemodelan komputer ini bakal memprediksi perubahan lingkungan di masyarakat. Pasalnya perubahan lingkungan bisa mempengaruhi penyebaran virus Ebola.
Seperti dikutip dari The Verge, Kamis 17 Oktober 2019, pemodelan komputer ini memprediksi, jika dunia terus mengalami pemanasan global dan ekonomi kian sulit, serangan virus Ebola bisa mencapai 60 persen pada 2070.
Sekadar informasi, rata-rata, virus Ebola membunuh setengah dari korban yang diserangnya. Dalam serangan sebelumnya, tingkat kematian akibat virus ini telah mencapai 90 persen.
Untuk itu dibutuhkan kemampuan untuk memprediksi di mana serangan Ebola berikutnya guna menyelamatkan ribuan nyawa. Dipercaya, jika manusia mampu menemukan letak serangan, mereka bisa melakukan perawatan dan menghentikan penyebaran virus.
Profesor Global Health University of Washington Kristie Ebi mengatakan, masa depan tidaklah pasti, tetapi para pembuat kebijakan ingin mengetahui berbagai kemungkinan di masa depan.
"Untuk itu, kita perlu informasi mengenai apa yang terjadi, sehingga kita bisa lebih siap," tutur dia.
Simak video pilihan berikut:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "WHO Sebut Krisis Ebola di Kongo Masih Darurat Global"
Post a Comment