Liputan6.com, Jakarta - Sutradara, aktivis dan jurnalis Dandhy Dwi Laksono dan musisi Ananda Badudu tengah jadi sorotan. Keduanya jadi perbincangan setelah dilaporkan ditangkap oleh pihak kepolisian.
Penangkapan mereka menuani protes keras oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Pada kasus Dandhy, ia menganggap pasal yang digunakan saat penangkapan memang sering digunakan untuk mengkriminalisasi seseorang hanya karena pendapat-pendapatnya mencemarkan nama baik.
"Padahal sering kali kasusnya bukan lah pencemaran nama baik melainkan sebuah kritik yang sah," kata Usman saat dihubungi DW seperti dikutip Sabtu (28/9/2019).
Usman menekankan perlunya merevisi Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjerat Dandhy. Karena pada awalnya maksud dari undang-undang ini adalah untuk melindungi transaksi bersifat ekonomi di dalam platform internet.
"Tetapi di dalam pembahasan akhir terselip lah itu pasal pencemaran nama baik dan permusuhan yang bersifat SARA. Sesuatu yang sebenarnya sudah diatur dalam hukum pidana KUHP", lanjut Usman.
Sudah Dipulangkan, tapi...
Menurut Usman, pasal ini bersifat karet dan sering kali digunakan penegak hukum untuk menindak warga negara secara represif.
"Dalam praktik misalnya terhadap orang-orang yang menyampaikan kritik secara sah, seperti Dandhy Laksono atau seperti Veronica Koman, maupun menggunakan media sosial atau media siber untuk penggalangan dana seperti yang dilakukan oleh Ananda Badudu," kata Usman.
Dalam kasus berbeda yang sempat menjerat Ananda Badudu, Usman mengatakan "ada kecenderungan yang bersifat anti kritik terhadap berbagai aspirasi dari masyarakat. Apakah itu yang disampaikan melalui sebuah pendapat di media sosial atau lewat satu partisipasi berbentuk demonstrasi di jalanan".
Ananda Badudu sendiri sudah dipulangkan setelah diperiksa sebagai saksi terkait aliran dana kepada mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada 24-25 September.
"Ada kesan bahwa pemerintah ingin menakut-nakuti masyarakat agar tidak mendukung protes-protes mahasiswa. Seolah-olah protes mahasiswa itu bukanlah protes yang positif dalam arti dibutuhkan untuk memastikan jalannya pemerintahan yang baik," tandas Usman.
Sebelumnya Dandhy Laksono ditangkap polisi pada Kamis 26 September malam. Ia kemudian dibolehkan pulang, namun kini telah berstatus tersangka. Dandhy menjadi tersangka terkait UU ITE karena cuitannya di Twitter soal Papua yang diduga mengandung provokasi.
Saksikan Juga Video Berikut Ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Amnesty International Indonesia Sebut Dandhy Laksono Mengkritik dengan Sah"
Post a Comment