Pada Jumat 2 November 2018, pemerintah Pakistan telah mencapai kesepakatan dengan kelompok garis keras yang memprotes pembatalan vonis hukuman mati terhadap Asia Bibi.
Pemerintah terpaksa bernegosiasi dengan kelompok tersebut karena mereka terus menggelar demonstrasi besar dan blokade jalan, sebagai bentuk protes atas keputusan Mahkamah Agung Pakistan.
Para anggota kelompok militan Islamis Tehreek e-Labbaik ya Rasool Allah (TLYR), memblokir jalan-jalan raya di kota-kota terbesar Pakistan seperti di Karachi, Lahore, Peshawar dan Multan selama tiga hari. Para pengunjuk rasa juga menuntut agar para hakim Mahkamah Agung yang membebaskan Asia Bibi, mati.
Dalam kesepakatan hari Jumat, pemerintah setuju untuk melakukan peninjauan kembali kasus Asia Bibi dan memberlakukan larangan perjalanan bagi ibu empat anak itu hingga proses peninjauan selesai. Sebagai imbalannya, kelompok garis keras itu diminta untuk menghentikan protes mereka, yang telah memblokir jalan dan membuat kehidupan terhenti di beberapa bagian negara.
Belum diketahui apakah Mahkamah Agung Pakistan akan membalikkan keputusannya, tetapi, tinjauan pengadilan biasanya memakan waktu bertahun-tahun. Cobaan Asia Bibi tampaknya akan berlanjut sampai peninjauan selesai.
Ibu empat anak itu pun kini dirundung ketakutan atas kemungkinan reaksi keras dari para ekstremis.
Putrinya, Eisham Ashiq, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa jika dia dibebaskan: "Saya akan memeluknya dan akan menangis bertemu dengannya dan akan bersyukur kepada Tuhan bahwa dia telah membebaskannya."
Pihak keluarga juga mengatakan khawatir akan keselamatan mereka dan kemungkinan harus meninggalkan Pakistan.
Keluarga Asia Bibi mengharapkan pembebasannya pada Kamis 1 November malam. Suaminya, Ashiq Masih, kembali dari Inggris bersama anak-anak mereka pada pertengahan Oktober 2018 dan menunggu pembebasannya agar mereka dapat terbang keluar dari Pakistan. Meskipun keluarga belum mengungkapkan tujuannya, Prancis dan Spanyol telah menawarkan suaka.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah menyerukan pembebasan Bibi dan mengkritik undang-undang penistaan agama di Pakistan, dengan mengatakan bahwa hukum itu telah menimbulkan persekusi bagi kelompok agama minoritas.
Protes keras dan dampak buruk dari kasus itu pun telah terjadi sejak 2010 silam. Tak lama setelah Asia Bibi dijatuhi vonis, seorang politikus terkemuka, Gubernur Punjab Salman Taseer, dibunuh karena menyuarakan dukungannya terhadap reformasi undang-undang penistaan agama.
Pembunuh Taseer, Mumtaz Qadri, divonis hukuman mati atas perbuatannya. Namun, oleh kelompok garis keras, pria itu dikultuskan, sampai-sampai, mereka membuat 'kuil' besar yang didedikasikan untuknya di pinggiran Islamabad.
Para pendukungnya juga menciptakan partai politik --berkampanye untuk melestarikan undang-undang penistaan agama-- yang mengumpulkan sekitar dua juta suara dalam pemilihan umum tahun ini.
Ini adalah partai yang sama yang ditakuti banyak orang sebagai penyebab kerusuhan kekerasan dalam beberapa hari terakhir usai putusan pembatalan hukuman mati terhadap Asia Bibi.
from Berita Internasional, Sains, Feature, Kisah Inspiratif, Unik, dan Menarik Liputan6 kalo berita kurang lengkap buka link di samping https://ift.tt/2RzxN23Bagikan Berita Ini
0 Response to "Amuk Massa Teror Pengacara dan Eks-Terpidana Kasus Penistaan Agama di Pakistan"
Post a Comment