Liputan6.com, Paris - Polisi Prancis telah menangkap setidaknya 1.000 orang dalam demonstrasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berujung rusuh dan diwarnai bentrok dengan aparat pada sepanjang Sabtu 8 Desember 2018.
Mereka yang ditangkap, kata aparat, diduga melakukan aksi provokatif dalam unjuk rasa tersebut.
Demi meredam rusuh, polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke demonstran, yang sebelumnya telah memblokade jalan, melakukan pembakaran, merusak properti publik, dan menjarah demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (9/12/2018).
Gerakan "Gilets jaunes (rompi kuning)" --sebagaimana demonstran menamai dirinya karena mengenakan rompi visibilitas berwarna kuning-- telah menggelar aksi serupa selama empat pekan terakhir berturut-turut.
Diperkirakan 125.000 demonstran berkumpul di seluruh Prancis pada Sabtu siang, dengan 10.000 di antara mereka memadati ibu kota.
Hingga sejauh ini, Paris menjadi kota yang terdampak berat atas demonstrasi tersebut. Otoritas rumah sakit Paris mengatakan, 126 orang terluka dalam pelaksanaan demo, tetapi tidak ada yang serius. Setidaknya tiga petugas polisi juga terluka.
Rekaman video menunjukkan seorang demonstran tertembak peluru karet saat berdiri di depan garis polisi dengan tangannya ke atas. Tiga anggota pers juga terkena peluru karet aparat.
Meriam air dikerahkan di jalan timur pusat kota Paris. Ketika malam tiba, para pemrotes berkumpul di Place de la Rรฉpublique, dan polisi berjaga di Champs-Elysรฉes.
More tear gas on the champs #giletsjaunes pic.twitter.com/G8J5ep4cs6
— Saskya Vandoorne (@SaskyaCNN) December 8, 2018
Hampir 90.000 petugas dikerahkan ke seluruh negeri untuk mengantisipasi bentrokan, termasuk 8.000 di Paris di mana 12 kendaraan lapis baja juga digunakan.
Selain Paris, demonstrasi juga terjadi di beberapa kota lain, termasuk Lyon, Bordeaux, Toulouse, Marseille, dan Grenoble.
Demonstran meninggalkan jejak kehancuran di jalan-jalan Paris, dengan jendela-jendela kantor bank dan perusahaan asuransi hancur, mobil-mobil dan skuter-skuter terbakar dan fasilitas publik di jalanan dirusak.
Di depan salah satu kafe Starbucks, para perusuh telah menulis: "Tidak ada keadilan fiskal, tidak ada keadilan sosial," demikian seperti dikutip dari RTE Ireland.
#ParisRiots #paris #ChampsElysee #JiletsJaunes pic.twitter.com/0prUrfH3ik
— ๐ Francesca Testi (@TestiFra) December 8, 2018
Pemerintah telah memperingatkan bahwa kelompok-kelompok sayap kanan, anarkis, dan antikapitalis kemungkinan akan menyusup ke dalam protes dan banyak pertempuran kecil melihat polisi menangani kelompok-kelompok pemuda bertudung, beberapa dari mereka menutupi wajah mereka dengan topeng.
Respons Pemerintah Prancis
Menyikapi demonstrasi terbaru, Perdana Menteri Edouard Philippe dalam sebuah pidato televisi pada Sabtu malam mengatakan "casseurs (pembuat onar)" masih melancarkan aksinya.
Dia menyerukan komunikasi lebih lanjut antara pemerintah dan demonstran untuk menyelesaikan konflik. "Dialog telah dimulai," katanya. "Sekarang perlu membangun kembali persatuan nasional," tambah Philippe.
Awal pekan ini, pemerintah Prancis juga telah membatalkan rencana kenaikan pajak BBM --yang merupakan pangkal dari demonstrasi selama empat pekan terakhir-- untuk meredakan situasi. Penundaan itu akan menelan biaya anggaran Kementerian Keuangan Prancis hingga sekitar 4 miliar Euro (berkisar Rp 66,2 triliun).
Current scene on the champs #giletsjaunes pic.twitter.com/JVrFEEwol5
— Saskya Vandoorne (@SaskyaCNN) December 8, 2018
Tetapi, protes telah meluas menjadi pemberontakan anti-Presiden Emmanuel Macron.
Demonstran mengecam biaya hidup yang tinggi dan reformasi ekonomi liberal yang direncanakan Macron.
Massa mengatakan, kebijakan reformasi ekonomi Macron hanya mendukung orang kaya dan ia tidak melakukan apa pun untuk membantu orang miskin.
Pemrotes juga ingin agar Macron melangkah lebih jauh untuk membantu rumah tangga miskin yang tertekan, peningkatan upah minimum, pajak yang lebih rendah, gaji yang lebih tinggi, pajak dan biaya energi yang lebih murah, tunjangan pensiun yang lebih baik dan bahkan pengunduran diri sang presiden Prancis.
Macron sendiri pada awal pekan mendatang diharapkan akan menyampaikan pidato nasional untuk kemungkinan lebih lanjut guna melunakkan reformasi yang direncanakan dan pembatalan kenaikan pajak.
Sementara itu, gelombang dukungan publik terhadap Macron telah berkurang, dengan tingkat approval rating pemimpin muda itu turun menjadi 25 persen memasuki akhir November 2018. Dan dukungan publik untuk gerakan Gilets jaunes justru tinggi --jajak pendapat yang dilakukan setelah protes Sabtu 1 Desember lalu menunjukkan bahwa hampir tiga perempat orang Prancis mendukungnya.
Macron hanyalah yang terbaru dari banyak pemimpin Prancis yang kehilangan dukungan karena mencoba mengubah negara itu menjadi negara yang lebih bersahabat untuk melakukan bisnis. Penggelapan pajak kekayaannya, misalnya, menjadi bumerang bagi pemerintahannya dan memicu kritik bahwa ia bekerja untuk elit dan merendahkan orang miskin.
Simak video pilihan berikut:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Protes Kenaikan Harga BBM di Prancis Rusuh, Ratusan Orang Diciduk Aparat"
Post a Comment