Liputan6.com, Nagoya - Amerika Serikat adalah sumber ketidakstabilan terbesar di dunia dan politikusnya pergi ke seluruh dunia untuk menjelek-jelekan China, kata diplomat top pemerintah China, Sabtu 23 November, pada pertemuan G20 di Jepang.
Hubungan ekonomi di antara dua negara terbesar di dunia itu telah menukik tajam di tengah perang perdagangan dan masalah tentang hak asasi manusia, Hong Kong dan dukungan AS untuk Taiwan yang diklaim Tiongkok.
Penasihat Negara China, Wang Yi, tidak dapat menahan kritiknya terhadap Amerika Serikat di tengah pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok, di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri G20 di kota Jepang, Nagoya.
"Amerika Serikat terlibat secara luas dalam unilateralisme dan proteksionisme, dan merusak multilateralisme dan sistem perdagangan multilateral. Itu telah menjadi faktor destabilisasi terbesar di dunia," kata Kementerian Menteri Luar Negeri China mengutip Wang, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (25/11/2019).
"Amerika Serikat, untuk tujuan politik, menggunakan mesin negara untuk menekan bisnis-bisnis China yang sah dan tanpa dasar mengajukan tuntutan terhadap mereka. Dan hal tersebut adalah tindakan intimidasi," tambahnya.
Amerika Serikat juga telah menggunakan hukum nasionalnya untuk "secara kasar mencampuri" urusan dalam negeri China, berusaha merusak prinsip "satu negara, dua sistem" dan stabilitas dan kemakmuran Hong Kong, tambahnya.
China marah setelah Kongres AS menyepakati dua rancangan undang-undang untuk mendukung para pengunjuk rasa di Hong Kong dan memperingatkan China tentang hak asasi manusia.
China menjalankan Hong Kong di bawah model "satu negara, dua sistem" di mana wilayah itu menikmati kebebasan yang tidak dinikmati di daratan China seperti pers bebas, meskipun banyak orang di Hong Kong khawatir Beijing akan mengikis ini. Pemerintah menyangkal hal tersebut.
Wang mengatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan China adalah tren sejarah yang tak terhindarkan yang tidak dapat dihentikan oleh kekuatan apa pun.
Nasib 2 RUU Kongres AS untuk Dukung Hong Kong Ada di Tangan Trump
House of Representative Amerika Serikat (DPR AS), pada Rabu 20 November 2019, meloloskan dua rancangan undang-undang yang dimaksudkan untuk mendukung para pemrotes di Hong Kong dan mengirim peringatan ke China tentang isu hak asasi manusia.
Sebelumnya, rancangan UU tentang Hong Kong tersebut juga telah disetujui Senat AS (DPD) dengan suara bulat pada Selasa 19 November.
Ini berarti, Kongres AS (DPR dan DPD AS), menyetejui undang-undang yang telah membuat China geram, demikian seperti dilansir Al Jazeera, 21 November 2019.
RUU tersebut sekarang masuk ke Gedung Putih, menunggu persetujuan Presiden Donald Trump yang akan mengesahkan atau memveto-nya, mengingat legislasi itu muncul di tengah pembicaraan perdagangan sensitif dengan Beijing.
Berdasarkan RUU itu, Kemlu AS juga bisa memberikan sanksi terhadap pejabat yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong.
RUU kedua, yang juga disetujui Senat dan House, berpotensi untuk melarang ekspor amunisi pengontrol massa kepada pasukan polisi Hong Kong. Langkah itu melarang ekspor barang-barang seperti gas air mata, semprotan merica, peluru karet dan senjata bius.
Presiden Trump memiliki 10 hari, tidak termasuk hari Minggu, untuk menandatangani RUU yang disahkan oleh Kongres, kecuali dia memilih untuk menggunakan veto-nya.
Seseorang yang akrab dengan masalah ini mengatakan kepada Reuters bahwa presiden bermaksud menandatangani undang-undang tersebut menjadi undang-undang, bukan memveto mereka.
Pemerintah Hong Kong mengatakan pada hari Kamis bahwa RUU tersebut bisa mengirimkan 'pesan yang salah' kepada para pemrotes.
China mengeluarkan kecamannya sendiri terhadap undang-undang tersebut dan menjanjikan tindakan balasan yang kuat untuk menjaga kedaulatan dan keamanannya.
Kementerian luar negeri China mengatakan telah mengajukan "pernyataan tegas" kepada AS tentang rancangan undang-undang tersebut dan mendesak agar itu tidak disahkan. Beijing mengatakan bahwa RUU tidak hanya akan membahayakan kepentingan Tiongkok dan hubungan China-AS, tetapi juga kepentingan AS sendiri.
Hong Kong - sebuah koloni Inggris hingga 1997 - adalah bagian dari Tiongkok di bawah model yang dikenal sebagai "satu negara, dua sistem".
Di bawah model ini, Hong Kong memiliki tingkat otonomi yang tinggi dan orang-orang memiliki kebebasan yang tak dirasakan di Tiongkok daratan.
Protes dimulai pada bulan Juni setelah pemerintah berencana untuk mengeluarkan RUU yang akan memungkinkan tersangka diekstradisi ke daratan China.
Banyak yang khawatir ini akan merusak kebebasan kota dan independensi peradilan.
RUU itu akhirnya ditarik tetapi protes berlanjut, setelah berevolusi menjadi pemberontakan yang lebih luas terhadap polisi, dan cara Hong Kong dikelola oleh Beijing.
Simak video pilihan berikut:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Geram pada Isu Hong Kong dan Perang Dagang, China: AS Sumber Instabilitas Dunia"
Post a Comment