Liputan6.com, Wellington - Di Samudra Pasifik Selatan sebelah timur Selandia Baru, citra satelit menunjukkan area besar air laut pada suhu di atas rata-rata.
"Air di daerah itu memiliki suhu sekitar 5 derajat Celcius (sekitar 9 derajat Fahrenheit) lebih hangat daripada rata-rata sesuai garis lintang dan waktu dalam setahun," kata James Renwick, seorang profesor dan kepala Sekolah Geografi, Lingkungan, dan Ilmu Bumi di Victoria University di Wellington, Selandia Baru seperti dikutip dari CNN, Minggu (28/12/2019).
Massa besar air yang relatif hangat di Samudra Pasifik itu dapat dideteksi dari luar angkasa, dan merupakan area terbesar dari suhu air di atas rata-rata di Bumi saat ini. Luasnya sekitar satu juta kilometer persegi (400.000 mil persegi), meliputi area lautan yang lebih besar dari ukuran Texas.
"Permukaan lautan tidak berbeda-beda drastis," kata Renwick. "Satu derajat (Celsius) besar. Jadi, lima derajat sangat besar."
Sangat jarang untuk melihat area yang begitu luas dengan suhu tinggi seperti itu, tetapi para ilmuwan mengatakan perubahan iklim global membuat fenomena ini lebih umum.
Titik hangat Disebabkan Cuaca Terkini
"Permukaan lautan melakukan apa yang dikatakan udara di atasnya," kata Renwick.
Daerah itu telah menerima banyak sinar matahari, dan ada kekurangan angin barat untuk menghanyutkan suhu hangat di atas permukaan laut, kata Rrenwick lagi.
Kondisi air yang menghangat itu muncul sebagai bercak merah besar pada peta satelit, yang dibuat oleh Climate Reanalyzer yang dioperasikan oleh Climate Change Institute di University of Maine. Peta itu memetakan suhu permukaan laut dunia.
"Jika air laut hangat di suatu tempat, mungkin dingin di tempat lain," jelas Renwick.
Tepat di sebelah timur dari daerah hangat yang tidak normal, airnya sekitar 3 derajat Celsius (5,4 derajat Fahrenheit) lebih dingin daripada rata-rata saat itu. "Ada sedikit bagian yang dingin," katanya.
Tidak jelas seberapa dalam daerah hangat itu, tetapi Renwick memperkirakan itu tidak lebih dari 24 meter, karena akan membutuhkan energi yang sangat besar untuk memanaskan air dalam volume besar selama beberapa pekan.
Massa besar air yang relatif hangat ini terjadi di berbagai titik di sekitar lautan dunia. Beberapa bulan yang lalu, ahli kelautan mengamati sepetak lautan hangat yang serupa di lepas pantai Alaska, yang menurut Renwick disebabkan hilangnya es laut Kutub Utara.
Perubahan Iklim Global Mendorong Tren Gelombang Panas Laut
Gelombang panas memiliki efek langsung pada ekosistem perairan di sana, dengan banyak ikan yang sangat sensitif bahkan terhadap perubahan suhu yang kecil.
"Kehidupan laut akan menjadi adaptif," kata Renwick. "Jadi, spesies lain yang suka air hangat akan pindah."
Gelombang panas laut masa lalu telah menyebabkan kematian massal invertebrata laut, pemutihan karang dan hilangnya hutan rumput laut yang berkelanjutan, menurut sebuah studi 2018 dalam jurnal Nature.
Studi itu menunjukkan bahwa dari 1925 hingga 2016, ada kenaikan 54% dalam jumlah hari gelombang panas laut setiap tahun. Pemicunya karena gelombang panas meningkat baik dalam frekuensi maupun durasinya, dengan tingkat tertinggi aktivitas gelombang panas maritim yang terjadi di Atlantik Utara.
Antara 1982 dan 2016, para ilmuwan melihat tren yang lebih mengkhawatirkan karena jumlah hari gelombang panas di permukaan laut global telah meningkat 82%.
Artikel itu mengatakan berdasarkan data tersebut "sebagian besar dapat dijelaskan oleh kenaikan suhu rata-rata laut, menunjukkan bahwa kita dapat mengharapkan peningkatan lebih lanjut dalam hari gelombang panas laut di bawah pemanasan global yang berkelanjutan."
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Terkuak, Zona Air Laut Panas Seukuran Texas Ditemukan di Selandia Baru"
Post a Comment