Liputan6.com, Tokyo - Krisis demografi Jepang semakin memburuk, karena negara tersebut mengalami penurunan populasi terbesar dan tingkat kelahiran rekor yang terendah pada 2019 akibat resesi seks. Hal tersebut terungkap dalam data statistik pemerintah Jepang.
Dilansir dari CNN, Kamis (26/12/2019), perkiraan jumlah bayi yang lahir di negara itu pada 2019 turun menjadi 864.000 - terendah sejak pencatatan dimulai pada 1899 - menurut sebuah laporan yang diterbitkan Selasa oleh Kementerian Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan.
Jumlah bayi baru lahir diperkirakan menyusut hingga 54.000 dari 2018.
Kematian pada 2019 juga mencapai rekor tertinggi yaitu 1,376 juta sejak setelah perang, dengan penurunan populasi alami dengan angka tertinggi yaitu sebesar 512.000.
Jepang adalah negara yang dijuluki dengan "umur tua", yang berarti lebih dari 20% populasinya berusia lebih dari 65.
Total populasi negara itu mencapai 124 juta pada tahun 2018 - tetapi pada tahun 2065 diperkirakan akan turun menjadi sekitar 88 juta.
Negara Lain yang Alami Penyusutan Populasi
Jepang tidak sendirian dalam menghadapi tingkat kesuburan yang menurun.
Jerman juga merupakan negara dengan "umur tua". Dan pada tahun 2030, AS, Inggris, Singapura, dan Prancis diperkirakan akan menyandang status itu.
Negara tetangga Korea Selatan, juga telah berjuang selama bertahun-tahun dengan populasi yang menua, jumlah pekerja yang menyusut, dan tingkat kelahiran yang rendah.
Pada 2018, tingkat kesuburan total negara itu turun ke level terendah sejak pencatatan dimulai.
Total tingkat kesuburan mengukur rata-rata jumlah anak yang akan dimiliki seorang wanita dalam hidupnya. Di Korea Selatan pada tahun 2018, ini turun menjadi 0,98 - atau kurang dari satu bayi per wanita, dan turun dari tingkat tahun sebelumnya 1,05.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Resesi Seks, Tingkat Kelahiran di Jepang Capai Titik Terendah pada 2019"
Post a Comment