Liputan6.com, Paris - Prancis pada Kamis 22 November 2018 waktu setempat mengumumkan sanksi kepada mereka yang terkait pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi. Yakni 18 pejabat dari Arab Saudi.
Seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (23/11/2018), Prancis mengatakan sanksi terhadap ke-18 pejabat termasuk larangan perjalanan. Selain itu juga masih bisa ditambah, tergantung kepada hasil penyelidikan atas pembunuhan Jamal Khashoggi.
Kementerian Luar Negeri Prancis yang mengeluarkan pengumuman itu tidak menyebut nama ke-18 pejabat. Namun dalam pernyataannya mengatakan langkah itu diambil dengan berkordinasi dengan mitra-mitra di Eropa terutama Jerman.
Sebelumnya pada Senin 19 November, Berlin juga menjatuhkan sanksi terhadap 18 warga Saudi dan menghentikan penjualan senjata kepada Saudi. Sanksi dikatakan mencakup larangan perjalanan bagi ke-18 pejabat itu ke semua negara anggota Uni Eropa di bawah zona Schengen.
"Pembunuhan Jamal Khashoggi merupakan kejahatan luar biasa keji, berlawanan dengan kebebasan pers dan hak yang paling hakiki. Perancis mengharapkan tanggapan yang transparan, rinci dan lengkap dari pihak Arab Saudi. Ini adalah langkah sementara dan dapat ditinjau-ulang atau diperpanjang bergantung pada kemajuan penyelidikan," tegas Berlin dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Turki tengah mengupayakan agar PBB membuka penyelidikan atas kasus pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi, jika investigasi gabungan Ankara-Riyadh mengalami kebuntuan, kata Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu.
Namun, di samping alasan itu, permintaan Cavusoglu agar PBB membuka penyelidikan juga dipicu oleh ketidakpuasannya terhadap komitmen Saudi dalam menyelidiki kematian kolumnis The Washington Post tersebut. Cavusoglu menilai, Saudi tak bersikap kooperatif dengan Turki dalam melakukan penyelidikan.
Berbicara kepada wartawan di Washington DC pada 20 November 2018, setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Cavusoglu mengatakan bahwa Turki telah berbagi informasi terbaru tentang pembunuhan Khashoggi dengan Amerika Serikat.
Dia menegaskan kembali sikap Ankara bahwa kebenaran harus muncul pada siapa yang memberi perintah untuk membunuh wartawan senior itu.
"Sampai saat ini, kami telah menerima tawaran Arab Saudi untuk bekerjasama dengan kami tanpa ragu. Namun, sampai saat ini, kami tidak dapat menemukan jawaban atas pertanyaan yang baru saya daftarkan (terkait pemberi perintah pembunuhan Khashoggi). Maka, bisa dikatakan bahwa kerja sama ini tidak pada tingkat yang kami inginkan," kata Cavusoglu seperti dikutip dari SBS Australia, Rabu 21 November 2018.
"Jika itu mengalami kebuntuan atau penyelidikan berjalan tanpa adanya kerja sama penuh, maka kita (Turki) dapat mengajukan permohonan agar PBB membuka penyelidikan," kata Cavusoglu yang menambahkan bahwa ia telah membicarakan prospek tersebut dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Cavusoglu juga mengatakan bahwa dia dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mendengarkan rekaman audio dari pembunuhan Khashoggi --yang mana rekaman itu telah disebarkan kepada pejabat tinggi negara Barat, termasuk AS.
"(Rekaman) itu sangat menjijikkan. Jika Anda mendengarkannya, Anda dapat memahami bahwa itu adalah pembunuhan terencana," katanya, seraya menambahkan bahwa terserah pada pengadilan Turki untuk memutuskan apakah akan memublikasikan rekaman itu.
Jamal Khashoggi, kolumnis Washington Post yang tinggal di AS, merupakan seorang pengkritik pemerintah Saudi -- yang dipimpin secara de facto oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Khashoggi terbunuh pada 2 Oktober 2018 di konsulat Saudi di Istanbul.
Tanggapan Baru dari Riyadh
Setelah menawarkan banyak penjelasan yang kontradiktif, Riyadh mengatakan pekan lalu bahwa Khashoggi memang dibunuh dan jasadnya dimutilasi sebagai dampak dari "operasi penggerebekan yang berjalan keliru". Jaksa penuntut umum Saudi mengatakan akan memberikan hukuman mati kepada lima dari total belasan tersangka yang dikatakannya terlibat dalam kasus tersebut.
Presiden Erdogan mengatakan bahwa figur "tingkat tertinggi" dari pemerintah Saudi memerintahkan pembunuhan Khashoggi. Tetapi, ia belum secara langsung menuduh Pangeran Salman.
Sementara itu, Badan Intelijen AS (CIA) dengan yakin menuduh Pangeran Salman sebagai pemberi otorisasi atas operasi tersebut, menurut pemberitaan The Washington Post. Akan tetapi, Arab Saudi dengan tegas membantahnya dan mengatakan bahwa Pangeran Salman tidak mengetahui operasi itu.
Di sisi lain, terlepas dari meluasnya kritik terhadap Saudi dan Pangeran Salman, Presiden AS Donald Trump bersumpah untuk tetap menjadi "mitra setia" Arab Saudi, meski ia sendiri juga telah mengatakan bahwa sang putra mahkota Saudi mungkin mengetahui tentang rencana pembunuhan Jamal Khashoggi.
Saksikan juga video berikut ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Prancis Jatuhkan Sanksi pada 18 Warga Saudi Terkait Pembunuhan Jamal Khashoggi"
Post a Comment