Liputan6.com, Bhutan - Sabtu di Bhutan, Lotay Tshering baru saja menyelesaikan operasi kantong kemih seorang pasien di Rumah Sakit Rujukan Nasional Jigme Dorji Wangchuck.
Tshering bukan dokter biasa. Pada hari-hari kerja, dia menjalan tugas sebagai perdana menteri kerajaan di Himalaya yang terkenal karena mengukur Angka Kebahagiaan Bruto warga Bhutan.
“Buat saya, ini adalah pelepas stress,” kata Tshering, yang tahun lalu terpilih menjadi perdana menteri untuk negara berpenduduk 750 ribu jiwa, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (11/5/2019).
Pemilu tahun lalu adalah pemilu demokratis ketiga sejak berakhirnya kekuasaan monarki mutlak pada 2008.
“Ada orang yang bermain golf, ada yang berolahraga panahan dan sedangkan saya suka melakukan pembedahan. Saya merasa senang saja menghabiskan akhir pekan di sini,” kata pria berusia 50 tahun itu kepada AFP.
Tidak ada yang terkejut dengan kehadiran Tshering di rumah sakit saat dia dengan jas lab yang sudah luntur dan sandal crocs berjalan melintasi koridor rumah sakit yang sibuk. Para perawat dan pegawai rumah sakit bekerja seperti biasa.
Angka Kebahagiaan
Dalam banyak hal, kerajaan Buddha itu berbeda dengan lainnya. Bhutan mengukur kesejahteraan negaranya dengan kebahagiaan dan bukan dengan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu pilar Kebahagiaan Nasional Bruto adalah konservasi lingkungan. Bhutan tidak memproduksi karbon dan konstitusi negara itu memandatkan 60 persen dari lahan harus tetap tertutup hutan. Negara itu juga sangat mendukung ekowisata dan mengenakan tarif $250 atau Rp 3.68 juta per orang pada musim-musim liburan.
Ibu Kota Thimpu tidak ada lampu pengatur lalu lintas, penjualan rokok dilarang dan televisi baru diperbolehkan pada 1999.
Pertandingan panahan dengan sajian minuman keras yang tumpah ruah menjadi acara nasional favorit. Rumah-rumah berhias lukisan lingga untuk menolak roh jahat adalah pemandangan umum.
Namun, “Negeri Naga Halilintar” juga punya masalah lain, seperti korupsi, kemiskinan di pedesaan, pengangguran di kalangan orang muda dan geng kriminal.
Tshering yang menempuh pendidikan di Bangladesh, Jepang, Australia dan Amerika Serikat, memulai karier politiknya pada 2013. Sayangnya, partainya tidak berhasil lolos dalam pemilu saat itu.
Setelah kalah, Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck, memerintahkan dia untuk memimpin satu tim dokter dan ‘blusukan’ bersama rombongan kerajaan ke desa-desa terpencil untuk memberikan pengobatan gratis.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah PM Bhutan yang Menyambi Jadi Dokter Setiap Sabtu"
Post a Comment